Apresiasi The Atlantis Mussels, Kementerian Ekraf Dukung Filmmaker Bersuara tentang Perubahan Iklim
JAKARTA– Kementerian Ekonomi Kreatif (Kementerian Ekraf) mengapresiasi The Atlantis Mussels, film dokumenter garapan Senada Films, yang pernah memenangkan Best ShortDoc Megacities-ShortDocs Film Festival 2024.
Wakil Menteri Ekonomi Kreatif (Wamen Ekraf) Irene Umar bangga karena film ini juga mendapat kesempatan tayang dalam festival film internasional seperti Cannes Film Festival 2024, One Earth Film Festival, dan Bali International Film Festival.
“Kami bangga melihat teman-teman Senada Films yang konsisten menghasilkan satu mahakarya yang bukan hanya dihargai di Indonesia tetapi juga di Cannes Film Festival,” ucap Wamen Ekraf Irene saat menghadiri special screening The Atlantis Mussels di Museum Bahari, Jakarta.
Film dokumenter ini mengangkat isu lingkungan global dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals – SDGs). Kehadiran Wamen Ekraf Irene dalam special screening itu sekaligus sebagai bentuk nyata tindak lanjut atas audiensi bersama tim produksi Senada Films yang pernah berlangsung pada tanggal 19 Maret 2025 lalu saat membahas distribusi film-film independen sekaligus penekanan posisi Kementerian Ekraf melalui film yang mampu menyuarakan tantangan global terhadap lingkungan seperti penanganan perubahan iklim, polusi, dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
“Let’s continue to make good movies yang mengangkat isu-isu real yang sudah terjadi di dunia dan apa yang bisa kita lakukan bersama lewat kolaborasi. Kami paham kalau teman-teman berjuang untuk menyuarakan sesuatu pasti tujuannya untuk memberi dampak sebesar-besarnya dan ingin film dokumenter ini ditonton oleh banyak orang,” kata Wamen Ekraf Irene.
“Climate change is a real problem. Filmmakers harus coba menyampaikan isu-isu tentang lingkungan lewat film. Isu lingkungan ini bukan hanya Jakarta, tapi isu lingkungan seluruh dunia dengan masing-masing experience-nya. Kementerian Ekraf hadir untuk berjuang bersama dan lakukan bersama terkait commercialization and distribution supaya isu maupun gagasan terhadap lingkungan bisa ditayangkan lebih luas ke ruang-ruang pemutaran alternatif lain seperti mal, acara pemerintahan, atau platform OTT (Over-The-Top),” imbuh Wamen Ekraf Irene.
Film menjadi salah satu media advokasi yang dekat dan mudah dicerna publik. Dengan konsep special screening seperti layar tancap, film dokumenter pendek ‘The Atlantis Mussels’ mampu menceritakan dampak perubahan iklim yang sudah genting dan secara langsung terjadi dirasakan oleh nelayan pesisir utara Daerah Khusus Jakarta di Kampung Kerang Hijau. Film ini dibuat oleh rumah produksi Senada Films yang merupakan para alumni jurusan film dan animasi Universitas Multimedia Nusantara (UMN).
“Sebenarnya isu Jakarta tenggelam sudah lama dan kami hanya mengkonversi isu lingkungan tersebut menjadi film pendek. Dari kacamata saya sebagai produser, saya mengharapkan film ini setidaknya membuat orang sadar bahwa sekarang ini bukan lagi isu nasional tapi isu global. Saya ingin film ini menjadi awareness dan memengaruhi para pemimpin sebagai policy makers untuk bisa melakukan sesuatu,” ungkap Azyd Aqsha Madani selaku produser film.
Indonesia Heritage Agency (IHA) dan Museum Bahari turut menyatakan dukungan terhadap distribusi film The Atlantis Mussels. Dukungan tersebut merupakan bagian dari Bahari On Screen sebagai program yang memberikan ruang bagi anak muda untuk menyuarakan pandangannya terhadap dinamika kehidupan masyarakat pesisir, baik dari sudut sosial, sudut tradisi, pelestarian wisata, dan budaya di dalamnya.
“Harapannya, film The Atlantis Mussels akan men-trigger teman-teman seluruh Indonesia untuk menyadari bahwa semua punya masalah yang sama terhadap climate change. Film dokumenter ini akan membuat kita harus berpikir ulang bagaimana kita membangun kebijakan sebagai policy makers berdasarkan kepentingan lingkungan dan budaya,” harap Nofa Farida Lestari dalam sesi diskusi sebagai Executive Director Indonesia Hidden Heritage (IHH).
“Climate change tidak hanya berdampak terhadap perubahan struktur perkotaan atau perubahan mata pencaharian masyarakat, tapi juga berdampak terhadap banyak warisan budaya,” sambung Nofa Farida Lestari. (red)