Ratusan Warga Malang Terjerat Pinjol, Mengadu ke OJK
MALANG– Ratusan warga di wilayah Malang masih mengadu ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Malang. Alasannya karena terjerat pinjaman online (pinjol) atau aktivitas keuangan illegal lainnya.
Berdasarkan catatan OJK Malang, dari total 601 pengaduan konsumen yang masuk ke OJK Malang, sebanyak 12 persen di antaranya merupakan aduan warga yang terjerat aktivitas keuangan illegal dari Malang, atau karena pinjol.
Data ini diambil dari Laporan Kinerja Keuangan di OJK Wilayah Malang. Dari periode Januari hingga 30 April 2025 lalu terdapat 278 kasus pengaduan aktivitas keuangan ilegal dari Kota Malang dan sebanyak 179 kasus aduan yang sama berasal dari wilayah Kabupaten Malang.
Ini disampaikan Kepala OJK Malang Farid Falatehan, Rabu (21/5) kemarin dalam ketrangan persnya. “OJK Malang telah memberian 601 layanan konsumen ini sejak 1 Januari sampai 30 April 2025 ini. Dari layanan aduan ini terbanyak berisi aduan soal layanan perbankan sebanyak 244 aduan. Disusul dengan aduan berkaitan dengan aktivitas keuangan ilegal sebanyak 114 aduan yang masuk,” beber Farid.
Dai 114 aduan yang masuk terkait dengan aktivitas keuangan illegal, tercatat sebanyak 50.88 persen masyarakat mengadukan terjerat pinjaman online (pinjol) ilegal. Sedangkan tujuh persen lainnya soal investasi ilegal.
Sementara di wilayah Kota Malang aduan soal pinjol dan investasi ilegal berjumlah 278 aduan. Dan Dari Kabupaten Malang sebanyak 179 aduan.
“Artinya warga di Malang masih membutuhkan banyak edukasi soal aktivitas keuangan yang sehat dan yang tidak sehat. Pinjol masih menjadi topik aduan karena masyarakat belum teredukasi dengan baik. Ini menjadi pekerjaan rumah juga bagi kami di OJK,” papar mantan Kepala OJK Bangka Belitung ini.
Dijelaskan Farid, beberapa modus yang kerap dijadikan metode oknum tidak bertanggung jawab untuk menjerat korban karena beberapa poin yang tercatat.
Di antaranya yakni teror pinjaman online ilegal akibat ketidaktahuan legalitas perusahaan, penyalahgunaan data pribadi, lalu iming-iming ada lowongan kerja namun palsu, lalu penipuan penyelesaian pekerjaan tertentu. “Kemudian modus dari call center palsu dan penipuan berkedok give away,” pungkas Farid. (cia)