Indahnya Toleransi: Cerita Nonis Kota Malang War Takjil, Gerilya Mulai Jam 15.30 WIB
KOTA MALANG-Jagat media sosial (medsos) sedang ramai urusan berburu takjil. Disebut war takjil. Keseruan ini karena kalangan non Islam yang kemudian disebut nonis ikut berburu takjil di bulan Ramadan. Nuansa toleransi dan kebersamaan di tengah keberagaman sangat terasa dalam fenomena war takjil ini.
Keserusan nonis berburu takjil juga terjadi di Kota Malang. Beragam jajanan (makanan dan minuman) menu berbuka puasa yang kerap disebut Takjil ini tidak hanya diburu umat Islam jelang buka puasa. nonis pun ikut “war”.
Salah satu contohnya Olivia Aritonang. Warga Kelurahan Lowokwaru Kecamatan Lowokwaru Kota Malang ini merasa senang lantaran ikut berburu takjil. Ia bahkan rela menyisihkan waktu sebelum ibadah ke gereja, Minggu (17/3/2024) sore ikut “War Takjil”.
Olivia sudah standby pukul 15.30 WIB menjelajahi Pasar Takjil di Jalan Sarangan Kota Malang. “Saya suka explore jajan. Kalau ada Pasar Takjil gini ya saya serbu dong, pengen coba ini itu. Dan makanannya enak-enak,” cerita Olivia.
Ia bahkan menyiapkan uang Rp 50 ribu untuk menjajal takjil. “Saya ngincar roti Milk Bun yang lagi viral. Ada di Pasar Takjil, saya borong 10 biji. Terus beli gorengan enam biji, es jeli, moci, pisang ijo, banyak ini saya borong semua. Maaf ya teman teman muslim, jajanannya enak sih ga tahan mau beli,” ungkap Olivia sambil tertawa kecil.
Selain menyasar Pasar Takjil di Jalan Sarangan, Olivia juga mencoba hunting dan war takjil di sepajanjang Jalan Soekarno-Hatta. Ia pun menjajal makanan dan minuman di Pasar Takjil yang diinginkannya.
Kepada Sekarangaja.com Olivia mengaku sangat merasakan euforia bulan puasa. Menurut dia berburu Takjil dan “bertarung” mendapatkan takjil terenak merupakan keseruan yang tidak didapat di hari-hari biasanya. Ia juga t senang jika jajanan yang dijual pelaku usaha bisa laris manis.
“Memang pas war takjil ya ingat juga sih sama teman-teman yang puasa. Tapi ah gimana dong, Takjil nya enak-enak. Ini yang saya suka kalau bulan puasaan. Pasar Takjil dimana-mana,” katanya.
Setelah berburu takjil, Olivia berangkat ke gereja karena harus ibadah. “Setelah pulang gereja baru makan takjilnya. Lagian kan gak boleh makan di tempat karena harus menghormati saudara-saudari muslim yang lagi puasa,” katanya.
Yohanes Widiyanto Wahyu Hidayat juga punya cerita serunya berburu takjil di bulan Ramadan. Menurut dia serunya berburu takjil memiliki cerita tersendiri. Tak hanya umat Islam saja, penganut agama lain juga antusias.
Menurut dia, di Kota Malang, umat lintas agama bertemu di berbagai tempat jual takjil. “Bersama, bersatu di tempat takjil. Rukun,” katanya.
Menurut dia ini merupakan salah satu momen mempererat toleransi. Apalagi penduduk Kota Malang sangat beragam. “Semua saling menghormati, saling menghargai satu sama lain,” kata Yohanes.
Fenomena nonis berburu takjil tidaklah menjadi masalah bagi yang muslim. Salah satunya diungkapkan Ega yang juga kerap bersaing dengan temannya yang nonis berburu takjil.
“Iya kadang sore jam 5 mau nyari Takjil lha kok sudah pada habis. Pikirku ini pasti diborong nonis-nonis. Tapi gak apa-apa sih seru juga malah asik lho,” cerita warga Lowokwaru ini.
Ia mengaku senang jika melihat para pedagang kecil yang menjual takjil terlihat dagangannya sudah habis sebelum berbuka puasa. Menurut dia bulan Puasa, terlebih saat waktu berbuka puasa bisa menjadi berkah bagi pedagang kecil. Karena tidak hanya umat muslim saja yang antusias beli takjil untuk berbuka. Tetapi mereka yang nonis juga ikut beli.
“Jadi ya sebenarnya ga masalah. Karena semua senang dapat untung kan. Asik, lucu saja. Tapi nanti liat aja ya, pas kalian Natalan saya borong lampu natal biar pohon natal kalian ga ada lampunya,” canda Ega sambil tertawa . (ran)