Dosen Ma Chung Beri Pencerahan Daya Juang Anak di DWP SMAN 9 Malang
KOTA MALANG– Salah satu peran Dharma Wanita Persatuan (DWP) dalam keluarga yakni memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Persoalan yang sering terjadi adalah realitas anak yang minim daya juang. Realitas anak yang tidak mau hidup maksimal.
Oleh karena itulah pengurus (DWP) SMAN 9 Malang mengadakan Seminar Parenting bertajuk Daya Juang Anak, Jumat (14/6/2024) di ruang pertemuan SMAN 9 Malang.
Dosen Universitas Ma Chung Felik Sad Windu Wisnu Broto SS M.Hum menjadi narasumber dalam seminar ini.
Mengawali paparannya Felik mengatakan bahwa realitas anak yang lemah dalam menghadapi tantangan adalah sebuah keniscayaan untuk saat ini. Salah asuh yang dilakukan orangtua menjadi salah satu penyebab anak tumbuh menjadi pribadi yang lemah. Pribadi yang lemah adalah pribadi yang memiliki daya juang rendah, semangat rendah, kemauan rendah, inisiatif rendah, kemauan rendah. Istilah zaman sekarang adalah mager atau malas bergerak! Kenapa? Karena orangtua terlalu memberikan kenyamanan kepada anak. Orangtua terlalu memanjakan anak-anak.
“Orang sukses saat ini tidak hanya bergantung pada IQ dan EQ yang tinggi tetapi juga pada AQ atau Adversity Quotient yang tinggi. Jika dia memiliki IQ dan EQ tinggi, tetapi AQnya rendah, daya juangnya rendah maka dia akan tumbuh menjadi pribadi yang mudah menyerah di tengah jalan saat berjuang,” papar Felik.
“Dia tidak memiliki kemauan dan daya juang yang tinggi untuk mencapai hasil yang maksimal. Dia akan menjadi pribadi yang mudah menyerah dan mundur teratur” sambungnya.
Dalam seminar parenting ini, Felik menjelaskan konsep Adversity Quotient, konsep Daya Juang dari Paul G. Stoltz. Adversity Quotient atau Daya Juang adalah satu kemampuan yang dimiliki oleh manusia untuk dapat bertahan dalam menghadapi segala masalah ataupun kesulitan hidup. Menurut Felik, tingkatan daya juang oran dikelompokan menjadi tiga tipe. Yakni tipe Quitters, tipe Campers dan tipe Climbers. Tipe Quitters memiliki ciri menyerah sebelum berjuang karena melihat persoalan dan tantangan yang ada. Tipe Campers memiliki ciri tetap berjuang meskipun ada tantangan, tetapi di tengah jalan berhenti dan mundur karena sudah merasa cukup dengan perjuangan yang ada. Tipe yang ideal adalah Climbers yang memiliki ciri berjuang secara maksimal sampai titik penghabisan.
“Sekarang ibu-ibu bisa melihat bagaimana posisi anak-anak yang ibu damping saat ini. Apakah mereka modelnya quitters, campers atau climbers. Masing-masing tipe memiliki bentuk penanganan yang berbeda-beda,” jelasnya.
“Satu hal yang menurut saya penting pertama-tama adalah memastikan anak-anak yang kita dampingi mengenal diri mereka masing-masing. Jangan sampai mereka belum kenal diri mereka secara utuh. Yang kedua adalah memastikan goal atau tujuan hidup. Bagaimana mungkin mereka berjuang jika tidak tahu apa yang diperjuangkan. Tidak tahu goal atau tujuan hidup mereka” imbuh Felik.
Di akhir sesi ada pertanyaan yang muncul dari guru bimbingan konseling (BK) perihal memotivasi siswa yang tidak memiliki semangat atau gairah untuk berprestasi. Tidak memiliki kemauan yang keras untuk bisa maksimal meraih prestasi dengan alasan tidak mau dibilang ambisius. Menurut Felik, siswa harus diberikan pemahaman dahulu mengenai konsep ambisius. Orang seringkali memiliki konsep yang salah mengenai ambisius.
Ambisius seringkali diartikan sebagai sebuah usaha mencapai tujuan dengan menghalalkan banyak cara agar tercapai tujuannya. Ambisius sering disalahartikan sebagai sebuah konsp yang negatif atau buruk. Padahal menurut KBBI ambisius itu adalah berkeinginan keras mencapai sesuatu (harapan atau cita-cita). Memiliki makna yang positif! Maka menurut Felik siswa tersebut harus diberikan pemahaman yang benar mengenai konsep ambisius dan tetap diberikan motivasi agar mau maksimal berjuang mencapai prestasi yang diinginkan.
Sementara itu Ketua Dharma Wanita Persatuan SMAN 9 Malang Dra Ida Feri Prihatin mengatakan bahwa kegiatan pertemuan seperti ini rutin harus dilakukan untuk memberikan tambahan ilmu dan wawasan bagi anggota Dharma Wanita Persatuan.
Pertemuan kali ini menurutnya sangat berbeda karena berisi seminar parenting mengenai daya juang anak. Ia berharap seminar ini benar-benar mampu memberikan inspirasi baru bagi para peserta sehingga peserta mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai guru maupun ibu rumah tangga.
“Menurut saya tema kali ini sangat menarik dan relevan sesuai dengan kebutuhan kita saat ini. Realitas anak yang mutung, anak yang loyo, anak yang tidak mau berjuang dan putus asa selalu kita hadapi. Baik itu di rumah dengan anak-anak kita, maupun di sekolah dengan murid-murid kita. Bagaimana kita menghadapi persoalan ini? Tindakan apa yang bisa kita lakukan? Saya berharap kehadiran narasumber kita Bapak Felik bisa memberikan solusi atas persoalan ini,” katanya. Ida menyampaikan terima kasih kepada Bapak Felik atas kesediaannya menjadi narasumber kami. (sadw/red)