Sumur Artesis untuk Warga Terdampak TPA Supit Urang Bakal Diusulkan di PAK APBD Kota Malang 2025

MALANGPermintaan warga di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Supiturang agar dibangunkan sumur artesis akhirnya mendapat tanggapan  Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang, Noer Rahman.

Ia menegaskan bahwa upaya tersebut telah melalui proses panjang dan kini tengah diperjuangkan agar bisa masuk dalam skema penganggaran tahun 2025.

Rahman menjelaskan keterbatasan anggaran serta regulasi tata kelola keuangan daerah menjadi tantangan utama dalam merealisasikan pembangunan sumur artesis. Persoalan ini, menurutnya, bukan hal yang muncul secara tiba-tiba, namun telah dibahas sejak tahun 2023.

“Permasalahan ini bukan ujuk-ujuk. Sudah kami bawa sejak 2023. Ini merupakan proses panjang yang harus segera mungkin diselesaikan,” ujarnya.

Menurutnya, koordinasi lintas sektor antara Pemkot Malang dan Pemkab Malang penting karena kawasan terdampak seperti Jedong, Pandanlandung, dan Dalisodo berada di wilayah administrasi Kabupaten Malang.

Rahman menyambut baik kehadiran Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Malang dan Komisi C DPRD Kota Malang dalam forum bersama, yang menurutnya membawa “angin segar” terhadap upaya pencarian solusi bersama.

“Kehadiran mereka membuka tabir kesenjangan yang selama ini seakan tanpa progres. Sekarang mekanisme dan tata kelola keuangan di masing-masing daerah sedang diperjuangkan agar bisa menyikapi keluhan warga,” lanjutnya.

DLH Kota Malang, kata Rahman, saat ini tengah menyusun telaah untuk diajukan kembali ke pimpinan agar bisa masuk dalam anggaran Perubahan APBD (P-APBD) atau Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) Kota Malang 2025.

Ia juga mengungkapkan estimasi biaya pembangunan sumur artesis di kawasan terdampak berkisar antara Rp 700 juta hingga Rp 750 juta per titik. Namun, anggaran tersebut diperkirakan baru mampu melayani satu desa terdampak secara terbatas.

“Mudah-mudahan ini menjadi langkah awal yang bisa diwujudkan. Persoalan ini lebih kepada administratif dan regulasi lintas daerah. Bukan berarti DLH Kota Malang tidak peduli,” tegasnya.

Rahman berharap, dengan adanya perhatian dan keterlibatan lintas kelembagaan, termasuk skema hibah antar daerah, solusi konkret dapat segera diwujudkan untuk mengatasi krisis air bersih yang selama ini menjadi keluhan warga sekitar TPA Supiturang.

Kepala Desa Jedong, Tekat Wahyudi menuntut sumur artesis dan mobil siaga sebagai kompensasi nyata. Ia mengatakan, warga sudah merasakan dampak buruk atas operasional TPA Supiturang.

“Sudah puluhan tahun kami terdampak. Kami sudah berkali-kali menyampaikan, tapi hasilnya zonk,” katanya.

Tekat Wahyudi, mengungkapkan kekecewaannya atas forum-forum diskusi terkait dampak TPA Supiturang yang dinilai tak pernah menghasilkan solusi konkret. Dalam rapat koordinasi yang digelar di lokasi TPA Supiturang, Tekat menyebut warganya sudah terlalu lama menunggu kejelasan dari janji-janji pemerintah.

“Hasilnya zonk. Sudah berkali-kali kami sampaikan tuntutan, tapi tidak ada realisasi. Kami berharap hari ini ada celah, ada secercah harapan bagi warga,” harap Tekat.

Dua tuntutan utama warga Desa Jedong adalah pengadaan sumur artesis dan mobil siaga. Keduanya dianggap penting untuk mengatasi dampak langsung dari keberadaan TPA yang telah beroperasi selama puluhan tahun. Ia menggambarkan kondisi warganya dengan perumpamaan adat desa.

“Kami sebagai orang desa, kalau ada tanaman pisang doyong ke lahan tetangga, buahnya silakan diambil. Tapi yang terjadi sekarang, kami justru dapat dampak buruknya dari TPA yang berada di wilayah Kota Malang, tapi baunya sampai ke Jedong,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa warga sebenarnya sudah sangat bersabar. Namun jika rapat-rapat seperti ini tidak kunjung menghasilkan solusi konkret, bukan tidak mungkin masyarakat akan turun ke jalan untuk menyuarakan tuntutannya.

Komisi C DPRD Kota Malang dan Komisi III DPRD Kabupaten Malang mendesak percepatan penanganan dampak lingkungan di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Supiturang, khususnya bagi warga terdampak di wilayah perbatasan dua daerah tersebut.

Ketua Komisi C DPRD Kota Malang, Anas Muttaqin menegaskan bahwa pihaknya ingin memastikan adanya keseriusan Pemkot Malang untuk menindaklanjuti berbagai tuntutan warga. Di antaranya adalah pengadaan air bersih pengganti sumur yang telah tercemar, serta penyediaan mobil layanan kesehatan.

“Ini bukan permintaan muluk-muluk, ini sudah menjadi mandatori nasional dalam pengelolaan lingkungan. Kita butuh good will agar tidak hanya jadi omon-omon,” tegas Anas.

Persoalan dampak lingkungan TPA Supiturang kepada warga desa sekitar seperti Jedong dan Pandanlandung menjadi tanggung jawab bersama. Ia meminta agar semua pihak berhenti hanya berwacana dan mulai mengambil langkah teknis nyata dengan tenggat waktu yang jelas.

Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Malang, Tantri Barorah, menyampaikan apresiasi atas langkah yang telah diinisiasi Komisi C DPRD Kota Malang pasca pertemuan di TPA Supiturang, Rabu (21/5/2025) lalu. Ia menegaskan pentingnya penyelesaian menyeluruh terhadap keluhan warga Kabupaten Malang yang terdampak langsung oleh keberadaan TPA Supiturang.

“Pada prinsipnya kami mengapresiasi apa yang telah diperjuangkan oleh Komisi C DPRD Kota Malang, karena di sini kita harus cari solusi. Cari penyelesaian mana-mana yang menjadi keluhan dan permintaan masyarakat kami,” kata Tantri.

Ia menyebut bahwa CSR dari perusahaan-perusahaan sekitar dapat dimaksimalkan sebagai bentuk kompensasi kepada warga terdampak. Lebih jauh, ia menyoroti pentingnya menindaklanjuti kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.

“Kalau ini menjadi kesepakatan, ada sebuah perjanjian, ya harus segera dieksekusi. Ini janji. Sampai kapanpun ini menjadi hutang,” ujarnya. (red)

Sekarang