Terkait Perbaharui Data Warga Miskin, Begini Pendapat Ketua DPRD Kota Malang

MALANG Pemkot Malang mencatat 11 persen data masyarakat miskin perlu diperbaharui. Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita  berpendapat, pembaharuan data harus dilakukan secara bertahap. Selain agar bantuan tepat sasaran, juga agar identifikasi terhadap penerima bantuan lebih jelas.

Dengan identifikasi yang jelas, Pemkot Malang bisa menentukan langkah yang perlu diambil. Terutama untuk mengentaskan kemiskinan. “Kami sudah merapatkan tentang akurasi data tersebut. Memang ada sistem baru dari pemerintah pusat, sehingga daerah perlu menyesuaikan,” ujar Amithya.

Di sisi lain, ia menekankan pentingnya sinkronisasi data agar pemerintah daerah dapat melihat siapa saja warga Kota Malang yang masuk kategori penerima bantuan sesuai klasifikasi. 

Menurut Mia, sapaan akrab Amithya Ratnanggani Sirraduhita  meski program pengentasan kemiskinan di Kota Malang sudah berjalan cukup baik, integrasi data yang belum menyeluruh membuat penyaluran bantuan masih acak.

“Ini realitas di lapangan. Ada warga yang sudah belasan tahun menerima bantuan tanpa ada perubahan status. Artinya, ada yang salah dalam mekanisme sasaran maupun keberlanjutannya,” tegasnya.

Politisi PDI Perjuangan ini  menilai, pemetaan berbasis data yang lebih akurat akan membantu pemerintah dalam merancang kebijakan dan penganggaran. Selain menghindari pemborosan anggaran, langkah ini juga memastikan efisiensi sekaligus ketepatan bantuan.

11 persen data masyarakat miskin Kota Malang  perlu diperbaharui ditemukan saat Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (Dinsos-P3AP2KB) Kota Malang melakukan peralihan dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) menuju Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).

Kepala Dinsos-P3AP2KB Kota Malang, Donny Sandito menjelaskan bahwa ketidaksesuaian tersebut muncul karena adanya perubahan kondisi masyarakat.

“Banyak kasus di lapangan, ada warga yang semestinya menerima bantuan justru tidak tercatat dan sebaliknya. Hal ini disebabkan perpindahan tempat tinggal atau perubahan situasi ekonomi. Misalnya, warga yang dulu berada di desil 5 kini bisa turun ke desil 4 karena kondisi ekonominya menurun,” ujarnya, Kamis (9/10/2025) hari ini.

Donny menyebutkan, berdasarkan data DTSEN, jumlah warga Kota Malang dalam kategori desil 1–5 mencapai sekitar 163 ribu jiwa.

Dari jumlah tersebut, 28 ribu jiwa masuk dalam desil 1 atau kategori miskin ekstrem, sedangkan 38 ribu jiwa berada di desil 2 yang tergolong miskin. 

Sementara itu, sebanyak 33 ribu jiwa masuk desil 3, 25 ribu jiwa desil 4, dan 19 ribu jiwa desil 5 yang seluruhnya dikategorikan sebagai kelompok rentan. Di luar desil 1–5, masyarakat tidak termasuk penerima bantuan sosial, baik dari pemerintah pusat maupun daerah.

“Sekitar 11 persen data tidak cocok karena sebelumnya mereka tercatat di DTKS, tetapi setelah disandingkan dengan DTSEN, ternyata tidak masuk dalam kelompok desil 1–5. Proses peralihan ini memang baru dilakukan pada Juli 2025,” jelas Donny.

Untuk memastikan ketepatan data, Dinsos-P3AP2KB secara berkala menggelar Musyawarah Kelurahan (Musykel) yang melibatkan perangkat RT, RW, dan lurah. Forum ini menjadi sarana evaluasi sekaligus pembaruan data sosial masyarakat, termasuk pengusulan nama penerima bansos baru. 

Ia menegaskan, proses pendataan juga dilakukan untuk menghindari tumpang tindih penyaluran bantuan. Jika seseorang telah menerima bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur, maka ia tidak akan lagi menerima bantuan serupa dari Pemkot Malang. (inforial/cia)

Sekarang