Setelah Abstain dalam Pengesahan Ranperda PDRD, Begini Penjelasan Fraksi PKB DPRD Kota Malang

MALANGFraksi PKB di DPRD Kota Malang abstain dalam pengambilan persetujuan Ranperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) dalam sidang paripurna di gedung dewan, Kamis (12/6/2025) kemarin. Fraksi PKB memberi penjelasan resminya terkait sikap politiknya itu.  

Fraksi terbesar kedua di DPRD Kota Malang tidak sepakat dengan keputusan bahwasannya omzet yang dikenai pajak terhadap pelaku usaha makanan dan minuman yakni Rp 15 juta. Fraksi PKB berpendapat, seharusnya yang dikenai pajak adalah pelaku usaha yang omzetnya bernilai minimal Rp 25 juta.

Ketua Fraksi PKB, Saniman Wafi mengatakan angka Rp 25 juga yang diusulkan Fraksi PKB berasal dari masukan masyarakat. PKB tetap bersikukuh di angka Rp 25 juta. Fraksi ini tidak ikut menandatangani kesepakatan karena memilih sikap abstain.

“Kami abstain dengan beberapa catatan. Ini kan pendapat akhir fraksi. Khusus untuk PKL, kami minta nol pajak,” ujar Saniman, Jumat (13/6/2025) hari ini.

Saniman mengatakan, upaya peningkatan PAD Kota Malang tidak harus bersumber dari PBJT saja. Ada sektor dan sistem lain yang harus dibenahi. Selama ini, sistem yang berjalan menurut Saniman belum bekerja maksimal.

“Kalau untuk meningkatkan PAD, tinggal mengoptimalkann sistem penarikan pajak. Ini yang perlu kami evaluasi juga. Harapan kami, kenapa tetap menyuarakan, agar PKL nol pajak. Kalau minimal Rp 15 juta, pelaku usaha kuliner pinggiran jalan pasti akan kena juga,” paparnya.

Arief Wahyudi, anggota Fraksi PKB mengaku kecewa dengan keputusan minimal Rp 15 juta. Dalam perhitungannya, jika omzet Rp 15 juta dikenai pajak, maka pelaku usaha yang mendapatkan Rp 500 ribu per hari bisa kena pajak. Jika itu terjadi, maka barang tidak mungkin pelaku usaha kecil di pinggiran jalan dikenai pajak.

“Kami telah meminta perubahan di Pasal 8 ayat 2, terkait batas minimal di angka Rp 15 juta. Kami minta Rp 25 juta. Keputusan Pansus Rp 15 juta, kami berpikir kalau angka itu dibagi 30 hari, sehari dapat Rp 500 ribu. Kalau omzet segitu, orang jualan gorengan ketangkap. Nah, maka kami naikan di angka toleran itu Rp 25 juta,” ujarnya.

Dengan angka Rp 25 juta, Arief menjelaskan bahwa minimal pelaku usah makanan dan minuman harus mendapatkan Rp 800 ribu per hari. Dengan begitu, pedagang kecil diharapkan tidak dikenai pajak.

“Karena di situ angka sehari harus Rp 800 ribu. Karena tidak tercapai kesepakatan di paripurna, ya saya interupsi. Saya tetap bertahan dengan suara rakyat, suara fraksi di angka Rp 25 juta. Tidak masalah kalah di Pansus, tapi ini suara DPRD, bahkan kalau voting itu suara anggota DPRD, maka saya harus bersikap. Berpihak ke pedagang kecil sehingga tidak kena pajak tersebut,” kata Arief

Wakil rakyat dari Dapil Klojen ini mengatakan bahwa di perda yang baru saja disepakati tersebut tidak secara jelas menyebut PKL. Ia khawatir, menimbulkan multitafsir yang justru bisa merugikan pedagang kecil.

“Harusnya bisa dikuatkan di Perda. Padahal ada solusi, berikan saja di pasal penjelasan. Akhirnya saya menilai ini langkah politis. Tidak obyektif melihat kebutuhan masyarakat. Karena ini lembaga politik, ya biar tapi masih ada anggota DPRD yang mengkaji suara rakyat,” ujar Arief.

Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita menanggapi dinamika penolakan yang terjadi bagian dari hal biasa. Dalam rapat-rapat tertentu, perbedaan pendapat kerap muncul. Ia menyebut hal tersebut bagian dari demokrasi.

“Tidak apa-apa, itu bagian dari dinamika. Kami ada tujuh fraksi dengan pertimbangan masing-masing. Yang jelas, kami sikapi bersama yang akan kami upayakan mengawal setelah Perda ini diundangkan,” kata Amithya.

Amithya juga memastikan, saran dan kritik yang disampaikan oleh fraksi tidak dilupakan begitu saja. DPRD Kota Malang akan tetap menyimpan catatan yang masuk sebagai bahan mengevaluasi jalannya Perda.

“Yang disampaikan teman-teman, tidak akan meninggalkan rekomendasi kami ke depannya. Itu akan menjadi catatan penting bagi kami ke depannya,” papar Mia, sapaan akrab Amithya Ratananggani Sirraduhita. (cia)  

Sekarang

Kemenag dan BWI Rumuskan Kerangka Regulasi Nasional Wakaf

Sekarang