Pemprov DKI Gandeng Komunitas Wujudkan Kawasan Rendah Emisi

JAKARTA- Pemprov DKI Jakarta bersama program Breathe Cities Jakarta memperkuat kolaborasi dengan komunitas dalam mendukung implementasi Kawasan Rendah Emisi Terpadu (KRE-T). Ini sebagai bagian dari komitmen mewujudkan kota yang sehat dan berkelanjutan.

Upaya ini dilakukan untuk mendorong partisipasi publik dalam pengendalian pencemaran udara yang lebih inklusif dan berbasis bukti. Program Breathe Cities merupakan bagian dari inisiatif global yang didukung oleh Clean Air Fund, C40 Cities, dan Bloomberg Philanthropies, serta diimplementasikan di Jakarta bersama Vital Strategies.

Breathe Cities bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yang diampu oleh Dinas Lingkungan Hidup, untuk mempercepat pengendalian polusi udara melalui penguatan kebijakan berbasis data dan partisipasi publik. Salah satunya melalui kebijakan Kawasan Rendah Emisi Terpadu (KRE-T).

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Asep Kuswanto, mengatakan kebijakan KRE-T merupakan langkah strategis yang didasarkan pada Peraturan Gubernur Nomor 90 Tahun 2021. Yakni tentang Rencana Pembangunan Rendah Karbon dan Berketahanan Iklim serta Keputusan Gubernur Nomor 575 Tahun 2023 tentang Strategi Pengendalian Pencemaran Udara (SPPU).

“Keberhasilan KRE-T tidak cukup hanya mengandalkan regulasi. Partisipasi aktif masyarakat menjadi kunci utama, baik dalam pengawasan, edukasi publik, pemantauan dampak kebijakan, hingga pendampingan terhadap kelompok rentan,” ujar Asep melansir beritajakarta.id.

Ia menyampaikan, sebagai bagian dari upaya ini, Breathe Cities Jakarta bersama Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menghimpun komunitas untuk menyelaraskan pemahaman dan memperkuat sinergi antarkomunitas. Tujuannya, membangun koordinasi yang lebih solid dalam menjalankan aksi kolektif menuju udara bersih di Jakarta.

Selain itu, bersama Resilience Development Initiative (RDI), Breathe Cities Jakarta juga mendorong pemantauan kualitas udara berbasis komunitas melalui penggunaan sensor berbiaya rendah (low-cost sensor).

“Teknologi ini memungkinkan perluasan jaringan pemantauan hingga ke wilayah permukiman dan industri yang sebelumnya belum terjangkau oleh stasiun pemantauan konvensional,” katanya.

Asep menambahkan, inisiatif ini juga menekankan pentingnya integrasi data hiperlokal ke dalam sistem pemantauan resmi sebagai dasar perumusan kebijakan yang lebih presisi dan responsif.

Di saat yang sama, keterlibatan komunitas memperkuat kapasitas lokal dalam memahami, menginterpretasikan, dan menggunakan data kualitas udara secara kolektif.

“Kolaborasi multipihak ini menjadi langkah awal untuk membentuk blueprint aksi kolektif. Kita ingin pastikan bahwa peran komunitas tidak sekadar simbolik, tetapi terintegrasi secara strategis dalam sistem pengendalian polusi udara Jakarta,” tandasnya. (red)  

Sekarang

Peduli Kemanusiaan, Ketum Bhayangkari Gelar Baksos di Sorong

Inspirasi