Dulu Rawa, Kini Ruang Belajar: Revitalisasi Hadirkan Harapan Baru bagi Murid SLB di Banda Aceh
BANDA ACEH– Program Revitalisasi Satuan Pendidikan Kemendikdasmen hadirkan perubahan nyata bagi layanan pendidikan khusus di Banda Aceh. Salah satu sekolah penerima manfaat, SLB YPPC Banda Aceh, kini tengah menjalani pembangunan dengan progres yang telah mencapai lebih dari 60 persen.
Sekolah yang berdiri sejak 1998 ini melayani peserta didik dengan berbagai ketunaan. Terutama anak-anak dengan hambatan intelektual (tuna grahita).
Selain kegiatan pembelajaran umum, SLB YPPC juga memiliki sejumlah program keterampilan, seperti tata boga, menjahit, dan kerajinan tangan. Produk yang dihasilkan pun beragam, mulai dari roti manis hingga sarung bantal dan karya seni sederhana buatan para siswa.
Revitalisasi yang sedang berjalan mencakup pembangunan ruang administrasi, toilet, UKS, perpustakaan, ruang keterampilan basah, dan ruang pembelajaran khusus. Pembangunan ini diharapkan dapat memusatkan seluruh kegiatan belajar di satu lokasi. Sebelumnya, proses belajar mengajar masih terbagi di dua tempat—antara bangunan lama di lahan milik pemerintah daerah dan bangunan baru di atas tanah milik yayasan. Kondisi tersebut membuat kapasitas ruang terbatas, sehingga hanya sebagian siswa yang bisa belajar di lokasi baru.
Kepala SLB YPPC Banda Aceh, Kasidah, menuturkan perjuangan membangun sekolah di lahan rawa bukan hal mudah. “Dulu di sini rawa, airnya keluar terus waktu digali. Kami sampai menanam cerucuk kayu agar tanah bisa kokoh dijadikan fondasi. Sekarang alhamdulillah, anak-anak bisa belajar di tempat yang lebih aman dan nyaman,” ujarnya.
Pengawas SLB Banda Aceh, Lenayanti, mengapresiasi semangat para guru dan siswa yang tetap konsisten memberikan layanan terbaik meski fasilitas belum sepenuhnya memadai.
“Saya membina lima SLB, dan dua di antaranya mendapat program revitalisasi tahun ini. Salah satunya SLB YPPC yang sejak lama berjuang di lahan sempit. Dengan adanya bangunan baru, motivasi guru dan anak-anak meningkat karena punya ruang belajar yang layak,” ungkapnya.
Hal lain disampaikan oleh guru seni rupa, Rona Nelvia, yang menuturkan bahwa keterbatasan ruang kerap membuat proses belajar harus disekat-sekat dalam satu kelas.
“Kalau revitalisasi selesai, kami bisa mengajar per kelas sesuai kebutuhan anak. Anak-anak yang punya bakat seni bisa lebih bebas berekspresi,” katanya.
Menurut Rona, siswa dengan hambatan intelektual juga menunjukkan potensi luar biasa dalam bidang seni. “Kalau diarahkan dengan sabar, mereka cepat tangkap. Semangat mereka besar sekali,” tambahnya.
Harapan yang sama disampaikan oleh salah satu murid kelas 7, Rahmat Hidayat Nasution, seorang murid tuna grahita. “Senang, semoga sekolahnya lebih nyaman dan luas,” ujarnya dengan wajah antusias sembari melukis.
Kasidah menyampaikan bahwa program revitalisasi ini juga turut memberikan dampak sosial bagi masyarakat sekitar. “Selain membuka lapangan kerja selama proses pembangunan, kehadiran gedung baru ini juga mendorong masyarakat sekitar mulai membangun tempat untuk usaha,” ungkapnya.
Revitalisasi satuan pendidikan di sekolah ini dilaksanakan melalui program Bantuan Pemerintah Tahun 2025. Pekerjaannya meliputi pembangunan ruang administrasi beserta perabotnya, dengan nilai bantuan sebesar Rp 473.942.698,62, bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2025.
Pembangunan dilakukan oleh Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP) SLB YPPC Banda Aceh dan diharapkan seluruh bangunan dapat selesai pada bulan Desember. (red)















