Dr Nanda Gudban Beber Kunci Pembangunan NTT

KUPANG- Tokoh perempuan nasional Dr Ya’qud Ananda Gudban mengingatkan bahwa pembangunan fisik harus berjalan beriringan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Terutama perempuan. Hal  tersebut ditegaskan Nanda sapaan akrab Dr Ya’qud Ananda Gudban yang juga Ketua Umum Komunitas Perempuan Peduli Indonesia (KoPPI).  

Nanda memaparkan pendapatnya itu saat menjadi pembicara dalam Diskusi Publik bertajuk “Kepemimpinan dan Pembangunan NTT” yang digelar di Millenium Hall Kupang, Jumat (19/12/2025). 

Diskusi ini dihadiri akademisi, aktivis perempuan, tokoh masyarakat, dan mahasiswa. Melalui forum ini diharapkan menjadi ruang refleksi dan pemantik lahirnya kebijakan pembangunan NTT yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan.  

Menurut Nanda, tantangan pembangunan di Nusa Tenggara Timur (NTT) masih berkutat pada persoalan mendasar. Yakni  infrastruktur, transportasi, dan keterbatasan akses informasi. ‘’Meski berbagai program pemerintah telah berjalan, percepatan dinilai mutlak diperlukan agar pembangunan tidak terus tertinggal,’’ kata tokoh perempuan nasional ini.

Menurut Nanda, pemerintah sudah berupaya. Tapi faktanya, tantangan infrastruktur, transportasi, dan informasi masih menjadi kendala serius.
‘’Karena itu, percepatan harus dilakukan. Namun yang lebih penting, kita perlu membangun kualitas diri perempuan agar yang dilihat bukan lagi gender, melainkan kapasitas dan kinerja,”  katanya.

Di berbagai forum nasional, Nanda sering menyampaikan bahwa pendekatan pembangunan  tidak bisa lagi bersifat sektoral dan simbolik. Ini termasuk di tanah kelahirannya, NTT.

Untuk diketahui,  Nanda merupakan tokoh perempuan nasional kelahiran Kupang. Selama ini dia aktif mendorong pembangunan inklusif berbasis Gender Equality, Disability, and Social Inclusion. (GEDSI).

Lebih lanjut Nanda mengatakan, pembangunan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, bandara, dan jaringan informasi   krusial dilakukan untuk NTT. Apalagi memiliki tantangan geografis kepulauan.

‘’Tapi harus diingat bahwa pembangunan fisik saja tak   berdampak lompatan signifikan. Itu jika tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas kepemimpinan dan partisipasi masyarakat,’’ kata dia.

“NTT ini wilayah kepulauan. Transportasi mahal, akses terbatas. Tapi kalau manusianya tidak dipersiapkan, maka infrastruktur itu tidak akan optimal,” sambung pemerhati kebijakan nasional ini.

Menurut Nanda, keterbatasan akses informasi menyebabkan banyak potensi perempuan NTT tak terlihat. Padahal di tingkat nasional, peluang perempuan terbuka sangat luas. Baik di politik, ekonomi, maupun pendidikan.

Lebih lanjut Nanda menegaskan GEDSI bukan sekadar jargon pembangunan. Ini merupakan pendekatan strategis. GEDSI menekankan kesetaraan gender, aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, serta pelibatan kelompok rentan dalam pengambilan keputusan.

Prinsip GEDSI itu sederhana tapi mendasar. ‘’Tidak diskriminatif, akses setara, partisipasi bermakna, dan penghapusan bias sosial serta budaya,” paparnya.

Ia lantas mengungkapkan banyak perempuan di NTT telah aktif di level akar rumput. Mulai dari penggerak UMKM, pemimpin komunitas hingga kepala desa. Tapi budaya patriarki masih kerap membatasi ruang gerak mereka di posisi strategis.

Karena itu, Nanda berpesan bahwa perjuangan perempuan tak boleh berhenti pada angka keterwakilan semata. Kuota politik penting, tetapi kualitas kepemimpinan jauh lebih menentukan.

“Kita tidak ingin perempuan hanya hadir sebagai pelengkap. Yang kita dorong adalah kualitas: kompetensi, integritas, dan kinerja. Ketika kualitas kuat, gender tidak lagi jadi isu,” ujarnya.

Ia mendorong perempuan NTT untuk berani dan terus meningkatkan kapasitas diri. Itu dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, dan jejaring. Negara, menurut dia, harus hadir melalui kebijakan afirmatif yang konkret dan berkelanjutan.

Dalam diskusi tersebut juga terungkap bahwa tantangan budaya patriarki masih kuat di NTT, termasuk dalam tafsir sosial dan keagamaan. Selain itu, kelompok inklusif seperti penyandang disabilitas masih menghadapi hambatan serius dalam partisipasi politik dan sosial.

Data yang dipaparkan menunjukkan bahwa partisipasi pemilih disabilitas di sejumlah daerah masih rendah. Ini terutama akibat keterbatasan akses dan minimnya pendekatan inklusif.

Diskusi publik ini menegaskan pesan utama. Bahwa pembangunan NTT membutuhkan pendekatan inklusif dan kepemimpinan berkualitas. Infrastruktur penting, tetapi manusia tetap menjadi faktor penentu.

“Kalau kita ingin NTT maju, maka perempuan harus dilihat sebagai subjek pembangunan, bukan objek. Ketika kualitas diri meningkat, pembangunan akan bergerak lebih cepat dan berkeadilan,” katanya. (red)

Dr Nanda Gudban Beber Kunci Pembangunan NTT

Akhir Pekan Ini Jakarta Dibasahi Hujan Ringan

Sekarang

Dr Nanda Gudban Beber Kunci Pembangunan NTT

Sekarang

Akhir Pekan Ini Jakarta Dibasahi Hujan Ringan

Sekarang