Aturan Anggota TNI Aktif Duduki Jabatan Sipil Diuji di MK, Penggugatnya dari Berbagai Kalangan

JAKARTA–  Sejumlah warga negara mengajukan uji materi terhadap Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU   Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Mereka menilai ketentuan tersebut membuka peluang penempatan prajurit TNI aktif dalam jabatan sipil tanpa batasan yang jelas dan berpotensi menghidupkan kembali praktik dwifungsi militer.

Para pemohon terdiri dari beragam latar belakang profesi. Pemohon I, Syamsul Jahidin merupakan mahasiswa, advokat sekaligus kurator. Pemohon II, Ria Merryanti, adalah dokter sekaligus Aparatur Sipil Negara (ASN). Pemohon III dan IV, Ratih Mutiara Louk Fanggi serta Marina Ria Aritonang, merupakan advokat dan pemerhati kebijakan publik. Pemohon V, Yosephine Chrisan Eclesia Tamba, adalah pegawai BUMN dan mahasiswa magister hukum. Sementara itu, Pemohon VI, Achmad Azhari, serta Pemohon VII, Edy Rudyanto, merupakan advokat dan pemerhati kebijakan publik.

Dalam sidang yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo, Rabu (10/12/2025) hari ini, Syamsul menyampaikan bahwa ketentuan Pasal 47 UU TNI telah disalahgunakan oleh pemerintah dengan menempatkan prajurit aktif pada sejumlah jabatan strategis di ranah sipil. Menurut para Pemohon, praktik tersebut tidak sejalan dengan prinsip supremasi sipil dan cita-cita Reformasi 1998.

Para Pemohon juga merujuk pada TAP MPR Nomor VI/MPR/2000 yang menegaskan bahwa peran sosial-politik militer pada masa lalu telah menyebabkan distorsi demokrasi. Mereka berpendapat Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang mengabulkan permohonan terkait larangan anggota Polri menduduki jabatan sipil semestinya berlaku pula bagi TNI.

“Karena berdasarkan putusan 114/PUU-XXIII/2025 mengabulkan permohonan para pemohon tentang ‘POLRI menempati jabatan sipil’, maka seharusnya hal tersebut berlaku juga dengan TNI   yang memiliki spirit yang sama sebagai alat Negara penjaga kedaulatan Negara Kepulauan Republik Indonesia (NKRI),” sebut Syamsul.

 Dalam permohonannya, para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 47 ayat (1) UU TNI inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai bahwa penempatan prajurit aktif hanya dapat dilakukan pada kementerian/lembaga yang bertugas di bidang pertahanan, keamanan, intelijen, siber, sandi negara, penanggulangan terorisme, pencarian dan pertolongan, Kejaksaan RI, dan Mahkamah Agung.

Sementara itu, Pasal 47 ayat (2) UU TNI dimohonkan dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai bahwa prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif.

Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menanggapi permohonan tersebut dengan menyarankan para pemohon memperbaiki posita dan petitum agar selaras.

Ia menilai masih terdapat perbedaan antara alasan permohonan yang meminta norma dinyatakan inkonstitusional dengan petitum yang membuka ruang permintaan alternatif.

 “Saya lihat masih ada perbedaan antara posita yang menghendaki norma dinyatakan inkonstitusional dengan petitum yang meminta agar normanya inkonstitusional atau inkonstitusional secara bersyarat. Supaya sejalan, ini perlu diperjelas,” ujar Daniel dalam persidangan.

Majelis Hakim Konstitusi memberikan waktu 14 hari kepada para Pemohon untuk memperbaiki permohonannya. Perbaikan permohonan paling lambat diterima MK pada 23 Desember 2025 pukul 12.00 WIB. (Humas MKRI/red)

Tertibkan Penelantaran Bedak Pasar di Kota Malang

Sekarang

Tertibkan Penelantaran Bedak Pasar di Kota Malang

Sekarang