Asa Tambah Ruang Terbuka Hijau Kota Malang Agar Seimbang
MALANG– Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Malang sulit bertambah. Luasan RTH di Kota Pendidikan ini pun kini belum ideal. Plh Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang, Gamaliel Raymond Hatigoran mengatakan persoalan RTH di Kota Malang bukan semata-mata soal berkurangnya ruang hijau. Namun karena RTH baru yang idealnya ditambah setiap tahun tidak pernah terpenuhi.
“Istilahnya bukan berkurangnya RTH, tetapi RTH yang tidak bertambah. Kondisinya memang belum ideal. Ideal itu 30 persen dari luas kota, sementara di Kota Malang baru sekitar 17 persen,” jelas Gamaliel Raymond Hatigoran belum lama ini.
Menurutnya, sawah atau ladang yang berubah fungsi menjadi perumahan tidak bisa dikategorikan sebagai RTH kota karena sebagian besar merupakan lahan milik pribadi. Lahan RTH adalah aset milik pemerintah, bukan personal.
Jika ada perubahan tata ruang, hal tersebut menjadi kewenangan perizinan dan bukan berada langsung dalam penanganan DLH. Raymond menjelaskan, keberadaan RTH tidak terkait langsung bencana banjir yang terjadi pada 4 Desember 2025.
Raymond menerangkan bahwa upaya yang dapat dilakukan DLH adalah memaksimalkan ruang hijau yang sudah dimiliki pemerintah.
Beberapa lokasi disebutnya terus diperkuat vegetasinya. Seperti kawasan TPA Supit Urang, sembilan TPU di bawah pengawasan DLH, serta sejumlah lahan aset Pemerintah Kota Malang.
“Kami tidak melakukan penebangan di lokasi-lokasi itu, tapi perempesan dan penanaman ulang. Termasuk penanaman pohon rutin setiap Sabtu sejak Oktober, dibantu Kader Lingkungan,” katanya.
Menurut dia, upaya tersebut dilakukan karena ruang untuk menambah RTH baru di tengah kota semakin terbatas. Justru keberadaan RTH bisa membantu mencegah banjir karena ada sistem serapan.
Dikonfirmasi soal perubahan sawah menjadi perumahan yang terus terjadi, Gamaliel menjelaskan bahwa DLH tidak memberi izin penggunaan lokasi, tetapi menilai kelayakan lingkungan dalam bentuk dokumen amdal atau UKL-UPL.
‘’Kalau Amdalnya tidak terbit, proyek tidak bisa jalan. Tapi secara RDTR atau RTRW, sawah yang berubah jadi perumahan itu bukan termasuk RTH, jadi bukan aset ruang terbuka hijau pemerintah,” katanya.
Ia mengaku belum menemukan kasus proyek perumahan yang dibangun dulu baru mengurus Amdal selama menjabat Plh Kadis LH. Namun ia memahami bahwa DLH memiliki catatan historis soal temuan serupa di masa lalu.
‘’Kami baru beberapa bulan di sini. Sejauh ini belum ada. Tapi pengawasan terus dilakukan, terutama untuk pabrik atau usaha yang IPAL-nya belum sesuai,” tambahnya.
DLH juga tengah meningkatkan langkah mitigasi bencana, terutama setelah angin puting beliung pada 2 November lalu yang menyebabkan 15–16 pohon tumbang di Kota Malang.
“Sejak kejadian itu, kami setiap hari melakukan perempesan. Sabtu dan Minggu juga tetap bekerja, kecuali Minggu kemarin karena teman-teman sudah kelelahan,” kata Raymond.
Ia menyebut beberapa pohon yang tumbuh di pinggir jalan bukan merupakan pohon pelindung melainkan pohon produksi, sehingga harus ditebang agar tidak membahayakan warga.
Sementara itu, pohon-pohon berukuran besar dilakukan perempesan secara berkala. Menurutnya langkah-langkah tersebut menjadi upaya jangka pendek DLH dalam mengurangi potensi bencana, khususnya terkait kerentanan pohon tumbang di musim hujan. (cia)















