Antropolog Australian National University Ulas Pendekatan Lintas Agama untuk Dakwah Ekologis Masjid
BOGOR– Antropolog Australian National University, Eva Fahrun Nisa Amrullah mengulas pentingnya pendekatan lintas agama dalam memperkuat dakwah ekologis di masjid. Pendekatan ini diyakini dapat membuka wawasan umat dalam menjaga kelestarian alam secara lebih menyeluruh.
Hal tersebut disampaikan Eva Fahrun Nisa Amrullah saat menjadi narasumber dalam Focus Group Discussion Pembinaan Dakwah Ekologis Masjid. Kegiatan ini digelar oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama di Bogor.
“Berbagai agama telah memberi perhatian serius terhadap isu lingkungan sejak lama. Al-Qur’an dan Al-Kitab sama-sama menempatkan manusia sebagai khalifah di bumi, dengan mandat untuk memelihara keseimbangan alam,” ujarnya.
Selain itu, Eva juga mengutip dokumen Laudato Si’ yang diterbitkan Paus Fransiskus pada 2015. Dokumen tersebut menekankan teologi dan ekologi sebagai satu kesatuan, di mana bumi diposisikan sebagai saudara atau ibu yang menjaga dan menyediakan kehidupan bagi manusia.
Menurut Eva, pandangan agama-agama tersebut seharusnya dapat menjadi pijakan untuk mendorong perubahan perilaku umat dalam berinteraksi dengan alam. Pendekatan lintas agama pun diharapkan mampu memperkuat pesan dakwah ekologis yang inklusif dan relevan dengan tantangan zaman.
Eva juga mengulas persoalan kelebihan penduduk yang sering disalahartikan sebagai penyebab utama krisis iklim. Ia mengutip pendapat ahli yang mengungkap bahwa pola konsumsi negara-negara maju justru memberi tekanan lebih besar pada lingkungan dibandingkan dengan jumlah penduduk di negara berkembang.
Ia menjelaskan, 10 persen populasi terkaya di dunia berkontribusi hampir setengah dari total emisi karbon global. Sementara itu, kelompok masyarakat miskin justru lebih banyak menjadi korban dampak kerusakan lingkungan tanpa memiliki kuasa yang memadai.
Untuk itu, Eva menekankan perlunya dakwah ekologis yang berkeadilan, dengan menyentuh aspek distribusi kekayaan, kekuasaan, dan akses sumber daya.
“Masjid dapat menjadi lokomotif perubahan perilaku umat menuju gaya hidup yang lebih ramah lingkungan, berkelanjutan, serta menghargai bumi sebagai rumah bersama,” pungkasnya. (red)